Kerinci dan kesejukan hati
Gejolak semangat yang membumbung tinggi seakan sirna ketika mendengar kabar bahwa gunung Kerinci erupsi pada awal Juni silam. Rencana perjalanan yang sudah disiapkan matang-matang kini terancam hancur lebur. namun, setitik cahaya akhirnya muncul ditengah kegelapan, sebuah harapan kecil yang indah menandakan bahwa masih ada kesempatan untuk mendaki gunung istimewa ini. Salah satu thread di OANC yang memberikan pencerahan atas kegalauan hati ini, ditunjuklah tanggal 18 Juni sebagai tanggal keberangkat dari Jakarta menuju Padang menggunakan transportasi udara.
Beberapa hari sebelum keberangkat ke kerinci yang semulanya dijadwalkan untuk pergi ke pulau sikuai terpaksa dibatalkan lantaran public boat menuju pulau “honeymoon” tersebut sedang tidak beroperasi. Beberapa orang di pelabuhan muaro memberikan alternatif lain bila tetap ingin pergi ke pulau sikuai, salah satunya adalah menggunakan boat carteran yang harganya Rp 800.000 sekali jalan, terhitung sangat mahal dikarenakan peminat ke pulau sikuai pagi itu cuman gue dan bang Tendy, rekan seperjalanan. Mungkin bisa kalau ingin tetap memaksakan pergi ke pulau sikuai, tetapi mungkin pulangnya harus berenang atau mengambang mengikuti kemana arus laut mengalir, hmm terlalu beresiko.
Lanjut ke plan B, kepulauan mentawai.
Rencana hanyalah rencana, setelah kekecewaan yang kami dapat kini kami mencoba untuk mencari kembali destinasi yang dirasa cocok untuk kami, mulai dari segi dana dan waktu. Dipilihlah kepulauan mentawai sebagai tujuan trip kali ini, hal pertama yang harus kami lakukan adalah memastikan apakah kapal benar-benar tersedia untuk mengangkut kami kesana. Oleh karena itu kami mencoba untuk meyakinkannya dengan cara langsung pergi menuju pelabuhan bungus menggunakan angkot dari pasar raya kota padang dengan waktu tempuh kurang lebih satu setengah jam.
Sesampainya di pelabuhan bungus, kami melihat informasi diloket pemberangkatan dan ternyata keberangkatan paling cepat ada pada hari ini pukul 20.00 dengan tujuan pulau tuapejat. Tanpa pikir panjang kami langsung menyambar dua lembar tiket di kelas AC dengan biaya yang harus ditebus sekitar 100.000/orang. padahal waktu itu masih jam 12.00 dan tentunya kami harus menunggu dipelabuhan sekitar delapan jam.
Pukul 17.00 WIB.
Lima jam telah berlalu, duduk termenung dipinggir pantai serta menikmati semilir angin menjadi aktifitas pembunuh waktu pada saat itu. Menurut informasi yang kami dapat dari warga sekitar tidaklah seru untuk menghabiskan waktu dikepulauan mentawai hanya satu hari, minimal harus menyediakan waktu satu minggu, terlebih tujuan kami adalah pulau tuapejat, padahal katanya "nyawa"nya kepulau mentawai ada di pulau siberut yang dimana disana terdapat surfing point yang keren dan yang utamanya adalah masih terdapatnya suku asli mentawai yang konon katanya ini adalah suku tertua didunia yang pertama kali menggunakan tatoo. Kedengarannya menarik bukan?.
Setelah berdiskusi akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan kembali trip ke kepulauan mentawai ini karena ketidak tersediaan waktu selama satu minggu. Sedikit bersilat lidah ditambah muka memels ibu penjual tiket akhirnya bersedia untuk mengembalikan uang namun dipotoang 5000 tanpa alasan yang jelas, ah engga apa-apa dari pada gak dikasih sama sekali, iya engga?. kamipun terpaksa balik arah kembali ke padang panjang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan kami butuhkan nantinya.
Hah emang mau kemana lagi......
Keesokan paginya...
Alarm menghancurkan segala keharmonisan dengan tempat tidur, dengan sigap gue bersiap untuk segera meluncur ke kota padang, mencari travel tujuan sungai penuh yang akan mengantarkan kami ke kersik tuo, desa yang damai dengan kesejukan serta hamparan kebun teh yang mempesona. Diperjalanan padang - kersik tuo cukup mengesankan, berbagai panorama indah yang membuat kami terkagum-kagum, keelokan danau atas bawah serta kemegahan gunung kerinci benar-benar tiada duanya.
Kami bermalam di basecamp jejek kerinci, berlokasi di kersik tuo tak jauh dari simpang PLN, tepat disisi jalan raya yang menghubungan kota padang dan kota sungai penuh. Tak lama setelah mendarat, lidah kami dimanjakan dengan masakan buatan ibu, sambal kentang. Mungkin tak hanya lidah yang dimanjakan, mata, hidung telinga bahkan mungkin seluruh anggota tubuh, pemandangan yang indah, udara bersih yang sejuk, kedamaian. Lengkap lah sudah.
21/06/2013...
Angin kencang yang membawa rasa dingin seakan langsung menusuk tulang, waktu menunjukan pukul 05.30 pagi. Disaat orang lain masih tidur gue memutuskan untuk keluar menikmati semilir
angin dan keindahan sang surya
yang perlahan muncul dari balik gunung tujuh.
Perjalanan dari basecamp menuju pintu rimba masih bisa menggunakan motor ataupun mobil, sebelumnya terima kasih untuk admin @jelajahkerinci a.k.a Bang yuda yang bersedia ngaterin gue pake motornya . Tanpa ke R10 dikarenakan tutup kamipun langsung memasuki pintu rimba, tak lupa do'a kami panjatkan agar senantisa diberi kemudahan dan keselamatan dalam perjalanan kali ini. Trek pintu rimba - POS 1 merupakan awalan dari perjalanan memasuki rimbun hutan kawasan taman nasional kerinci seblat, banyak pohon tumbang disini, mungkin karena angin yang sangat kencang selama satu minggu kebelakangan. Disini terdapat Pos beratap dan adapula tempat duduk yang biasa digunakan oleh para pendaki untuk beristirahat, karena tergoda kamipun berhenti disini, menyelonjorkan kaki dan menarik nafas dalam-dalam menikmati udara segar, sangat menggugah. Sekitar 5 menit istirahat kamipun melanjutkan perjalanan, ada persimpangan disini, yang arah kekanan adalah jalur pengamatan burung sedangkan jalur yang kekiri adalah jalur yang kemudian kami tempuh, menuju POS 2.
Jalur masih landai hanya sesekali bertemu tanjakan, POS 2 adalah pos tanpa bangunan, seoggok tanah datar yang lumayan luas dan terdapat sumber air di sungai yang mengering, hanya berupa genangan yang bau dan banyak jentik nyamuk. Untuk kalian ketahui, disini bukanlah tempat yang direkomendasikan untuk bermalam, selain karena jaraknya masih jauh dari puncak, tempat yang memiliki sumber air ini sering digunakan oleh satwa liar untuk minum, konon salah satunya adalah Panthera tigris sumatrae yang tak lain dan tak bukan adalah harimau sumatera
Perjalanan dilanjutkan menuju POS 3, pos ini terdapat bangunan beratap dan tempat duduk, mirip seperti POS 1, jalur yang kami lalui didominasi tanjakan, sesekali masih ada bonus namun itu tak berarti banyak. Jantung yang berdegup kencang seringkali memaksa kami untuk beristirahat, seperti biasa jalan 10 langkah istirahat 5 menit
POS 3 – Shelter 1
Tak terasa kami sudah sampai di shelter 1, sama halnya dengan pos dua disini hanya tanah datar dan memiliki sumber air, namun pada saat itu air sedang tidak ada. Disini kami mengisi fulltank perut-perut yang kelaparan mengingat trek didepan sudah menunggu untuk menyiksa kami dengan tanjakan tanpa maaf.
Shelter I – Shelter II
Ini merupakan perjalanan yang paling lama, trek yang jauh serta kondisi medan yang tidak perlu dijelaskan lagi benar-benar membuat kami kelelahan, disarankan untuk tidak menanyakan sampai kapankah berakhirnya siksaan ini karena itu hanya akan mengundang kesia-siaa, toh puncak gunung tidak akan pergi menjauh jika kita berhenti sekalipun jadi, untuk apa buru-buru?. Shelter dua merupakan tempat ideal untuk mendirikan tenda dan bermalam, berhubung sumber air disini habis maka perjanan kami lanjutkan menuju shelter 3, hanya beberapa menit saja singgah di shelter dua.
Membawa ransel ke shelter 3 dengan kondisi fullpack merupakan “anugerah” terindah perjalanan, trek aduhai yang memaksa kita memanjat, gue akui memang ini benar-benar diluar perkiraan sebelumnya, jalur yang kami lewati adalah bagian atas selokan karena jalur bawah terlalu sempit untuk dilalui. Disini kami harus cerdas untuk memilih batang cantigi sebagai alat berpegangan jika tidak ini akan berakibat fatal, bisa jadi terjatuh dan cedera, kalau lagi apes mungkin saja patah tulang.
Setibanya di shelter 3, angin mengucapkan selamat datang melalui
tamparan kerasnya, hal ini membuat kami kebingungan untuk mencari lokasi
mendirikan tenda, untung sepuh kami bang johan mengetahui spot manis
yang tersembunyi dibawah sana, memang tidak bebas dari angin tetapi ini
cukup membuat batinku terasa lebih lega.
Ternyata angin masih saja mengganggu, proses pendirian tenda sedikit
terhambat lantaran tenda kami sempat diculik dan dibawa terbang olehnya,
aksi kejar-kejaran pun tak terhindarkan, dengan langkah seribu serta
lompatan bak atlet bang johan berhasil mendapatkannya. Alhamdulillah
ternyata kami masih bisa tidur didalam tenda .
Waktu silih berganti, sang surya perlahan kembali keperaduannya dan
digantikan oleh romantisnya cahaya bulan purnama. Malam ini merupakan
salah satu dari malam-malam terindah. Lampu-lampu yang menerangi
kabupaten kerinci menambah daya pikat malam ini benar- benar membuat gue lupa sejenak tentang problema hidup.
Mata ini sulit sekali terpejam. Kecepatan angin yang tinggi membuat tenda terkoyak tidak karuan, ngeri rasanya jika mengingat hal ini, semalaman suntuk tidak bisa tidur lantaran sibuk memegangi tenda yang terancam roboh, terlebih tadi pada saat didirikan gue ngeliat ada satu frame yang sudah bengkok.
Lama kelamaan akhirnya mata ini terpejam juga..
Summit attack...
Alat perang telah digunakan, untuk badan menggunakan satu lapis kaos, dua lapis jaket yang terdiri dari inner jaket berbahan fleece, serta outer waterproof, dan celana dua lapis, lapis pertama celana fleece juga outernya celana panjang lapangan windproof. Tak lupa sarung tangan salomon waterproof yang setia menemani berbagai pendakian gue sebelumnya. Dinginpun tak begitu terasa kecuali dibagian wajah yang hanya dibalut slayer merah yang tentunya, kebanggan gue !
.
Tak dapat dipungkiri, ini adalah jalur yang paling melelahkan sekaligus menegangkan, Kombinasi antara jalur berpasir serta cadasnya batu dan disebelah kanan terdapat jurang yang selalu menganga dan siap melahap siapapun yang terjatuh kedalamnya . Terlebih ketika mendengar cerita – cerita pendaki lainnya bahwasanya jalur Shelter 3 – Puncak adalah jalur yang paling banyak memakan korban. Salah satunya adalah Yudha, pendaki yang dikenang dengan tugu Yudha. Yang sudah kembali kepangkuan tuhan yang maha kuasa .
Tugu Yudha
Hari berlalu dengan cepatnya, sudah saatnya gue meninggalkan tanah surga ini, menyesal memang tapi gue berjanji dan berdoa kepada tuhan bahwa suatu saat gue pengen bali lagi kesini..
Apa yang selanjutnya terjadi?
Tuhan menjawab do'a gue, satu minggu kemudian gue kembali lagi ke
kerinci. Tanpa sepengetahuan ternyata abang gue melihat album pendakian
ini, kebetulan pada saat itu dia sedang liburan semester dan langsung ngajak gue untuk kembali mendaki gunung kerinci. pertamanya gue
menolak, tapi pada akhirnya terhasut juga , mungkin karena rayuan serta iming-imingnya yang sangat menggiurkan.










0 comments:
Post a Comment