Watch your step, this is Cikuray
" Terkadang suatu hal yang sudah direncanakan dengan matang gagal begitu saja, sedangkan yang mendadak justru acap kali berbuah manis. "
13/08/1 Pukul 12 siang. Home sweet home.
Hal pertama yang gue lakuin ketika sampai kerumah adalah halal bihalal dengan kucing kesayangan gue Usman yang akhir-akhir ini sering gue panggil Jawi ( Sapi dalam bahasa Minang) karena tingkah lakunya yang males-malesan tapi makan dan bokernya yang engga berenti-berenti. Oh iya sebelumnya gue baru balik dari Padang dalam rangka berburu THR, walau berujung mengenaskan.
Perjalanan gue ke Cikuray kali ini bisa dibilang dadakan abis, tepat pukul 12 siang gue sampai rumah, cipika-cipiki sama Jawi, dan gue ketiduran sampai pukul 05.00 sore. Setelah sekian lama engga berinteraksi dengan komputer lawas gue kini gue mau ngobatin rasa kangen itu. Gue nyalain komputer dan terdengar suara cekit-cekit yang menandakan komputer gue memasuki usia senjanya. Seperti biasa, kalo engga browsing ya nge-game aktifitas gue. Gue buka twitter dan ngasih tau Vendra tentang rencana upacara di puncak gunung yang kayaknya bakalan keren abis, awalnya sih pengen ke Gn. Gede. Berhubung tutup akhirnya melipir ke Gn. Salak, dan ujung-ujungnya pindah lagi....
Pukul 06.00 Sore. 1 new interaction ...
Tiba-tiba bang Rudi mention gue di twitter "Mo kemane pada?" keliatannya sih bang Rudi menyimak obrolan gue sama Vendra. "Cikuray komandan, yuk mari.." timpal gue dengan sigap.
Engga disangka ternyata gue satu tujuan sama dia wah gile bakalan naek barengan lagi asoy !. Tapi nyatanya keberangkatan Bang Rudi bikin gue dilema.
"Gw mlm ini brngkt, skrng aja dh hahah"
"HAH?? BUSETT !" kata gue dalem hati. Gila aja sekarang udah jam lima sore lebih, dan dia mau berangkat? wah bingung abis gue, antara pergi sekarang atau pergi nanti yang belum pasti keberangkatannya, terlebih Vendra belum konfirmasi tentang ke ikutsertaannya ditambah dia bilang kalo dia terkendala sama tenda.
Yah dari pada gue gagal naek lagi kayak ke Marapi, Sumbar kemarin padahal semuanya udah siap, mulai dari alat sampai logistik mendingan gue yang pasti-pasti aja, sorry nih bukannya gue mau ninggalin, tapi gue cuman butuh kepastian. Alah kayak orang pacaran aja yak hahahaha.
Gue dikasih waktu jam 08.00 malem harus udah sampai di terminal lebak bulus.
Widih..gue inget bang Rudi itu disiplin dengan waktu, gak ada kata ngaret dan ini berarti gue cuman punya waktu sekitar satu jam buat persiapan logistik, pakaian dan packing karena gue jam tujuh harus udah cabut dari rumah, maklum rumah dipinggiran agak jauh jadinya. Sebenarnya bukan masalah waktu segitu, cuman yang jadi hambatan adalah kalau udah sore toko material tutup dan ini berarti gue gak bakalan bisa anget-angetan di gunung karena kompor gue gak ada spirtusnya. Paling nyita waktu pas muter-muter nyari tapi ujung-ujungnya tutup. Akhirnya gue pergi ke Ciledug nyari toko material dan hasilnya tetap nihil. Gue baru inget waktu gue mau ke Kerinci saudara gue beli spirtus di apotik " Biasa gue kalo di lab pake ini " dia ngasih tau gue dengan muka songong abis. Dasar dokter cabul.
Tapi ide beli spirtus di apotik gue buang jauh-jauh, mahal cuy Rp 20.000/liter gileee. Sibuk berkelana tanpa arah jelas akhirnya gue mutusin untuk balik ke rumah, iseng - iseng aja gue berenti di toko cet ada tiner kali aja jual spirtus, eh bener juga udah jauh dan lama gue jalan sekitar 45 menit taunya ada yang jual di depan komplek gue. Apessss.
Okay, peralatan lenong udah ngumpul. Dari Tas sampe tisu basah buat ritual semua udah siap, packing dan cabutttt... yihaaaaa
Cikuray aem kamingggg.............
Walau sering terhenti gara-gara ada oneway, bis yang gue naekin ini ngebut abis kalo ada kesempatan, gak habis pikir gue supirnya nyetir seenak udelnya aja ! gue cuman bisa pasrah aja dah sampe akhirnya gue sampai di terminal guntur sekitar 01.30 dinihari, yang pertama dilakuin yaitu jalan nyari masjid, nganterin bang Gopak nyari spot ngencing. Ternyata baru cerita dia kalau selama perjalanan tadi dia jungkirbalik buat nahan kencing. 5 jam lebih nahas banget hahaha.
Perjalanan dilanjutin pake angkot. Ini supir angkot gak kalah gilanya sama supir bis tadi. Orang lain pada panik dia malah ngangguk-ngangguk menikmati alunan musik yang distel dengan bass tertinggi, Wali -Aku bukan bang Toyib. Asooy geboyyy..
Lumayan makan waktu perjalanan dari terminal guntur, Kami turun di portal kebun teh PTPN dengan ongkos Rp 20.000/orang. Setelah selesai mengisi buku tamu dan membayar uang administrasi ke penjaga tersebut kita pamit, eh ternyata yak perjalanan ke titik awal pendakian masih dua jam lagi kalau jalan. Demi mempersingkat waktu kamipun memutuskan untuk naik ojek ke pemancar, tempat ini terdapat beberapa tower stasiun televisi dan merupakan titik awal pendakian.
Macam-macam kegiatan orang kalau mau mendaki, ada yang puas-puasin makan enak, foto-foto, pemanasan, sampai curhat, curahan hajat.
Jalur yang gue lalui termasuk jalur yang tidak terdapat sumber air. Jadi, masing-masing orang di tim gue harus membawa minimal 3 liter air ditambah pasokan tambahan untuk minum selama perjalanan, kurang lebih totalnya 3,5 literan. Meskipun begitu tenyata masih ada air dari pipa warga, sepertinya pipa ini sengaja dirusak oleh oknum nakal, entah dia malas bawa air dari bawah atau apapun itu, yang jelas tentu sangat dilarang mengambil air dari sini, bila ketahuan mungkin kita bisa diadili oleh warga setempat, mungkin.Jalur di gunung ini udah kayak permen nano-nano, ada yang manis semanis jalur sembalun rinjani, asem seasem jalur tandukinya geger bentang, asin seasin jalur shelter 2 - shelter 3 Kerinci. Rame dah rasanya, tapi tetap intinya ini jalur nyiksa gue banget.
Jalur ala Sembalun
Pukul 16.49
Vegetasi benar-benar terbuka, gue ngeliat orang-orang pada bahagia disini, gue cek sekeliling gak ada gundukan pasir yang menandakan mereka baru selesai buang air besar, rasanya sekarang gue ada di dunia fantasi, tapi bukan yang diancol. Mungkinkah ini pabrik koala-la, gulali yang gue cintai dari orok sampe lawas begini? ataukah ini cuman halusinasi gara-gara gue udah terlalu lelah?.
Gue ngeliat bang Gopak bersujud, gue tengok ke kiri ada bang Rudi yang tersenyum seakan menggoda gue, oh bukan ternyata dia bingung mau ngomong apa. Tepat di depan gue ada kotak bertuliskan, Cikuray 2821 MDPL. Di titik ini batas akhir perjuangan, dan di titik ini pula Tuhan membayar langsung pengorbanan gue selama sembilan jam kebelakang. PUNCAK.
ini moment yang pas banget untuk foto-foto, samudra awan terhampar luas dan sepertinya tak lama lagi peran sang surya akan diambil alih oleh bulan. Pertanda golden sunset tak terelakan.
Tentu menjelang golden sunset, gue ngediriin kamar tidur portable pribadi gue, ukuran 1,5 x 2 meter. Peralatan lenong dibongkar habis, gue bikin kopi untuk menemani sore ini, duduk menghirup udara segar sambil menyeruput segelas kopi benar-benar nikmat tiada tara.Jarak tenda gue dari puncak yang hanya sekitar 10 meter ini memudahkan gue untuk hunting foto, tapi belum banyak gue ambil gambar musuh gue keburu datang, dialah pemberitahuan kalau kamera terpaksa mati. Ini penyakit kambuhan camdig gue kalau kena suhu ekstrim, dia mengidap alergi dingin yang menyebabkan dayanya turun secara drastis dan hilang entah kemana, sial.
Di malam ini langit begitu cerah, gue bisa ngeliat entah berapa jumlah bintang yang turut serta memperindah malam ini, belum lagi lautan awan yang masih setia menghibur gue dikala gue sendirian, inilah momen yang gue kangenin kalau gue ada dibawah sana, rasanya kalau gue bisa minta, gue pengen setiap malam seperti ini, indah dan menawan. Engga banyak aktifitas gue malam, cuma masak, ngobrol dan selebihnya kembali tenggelam dalam pesona gunung Cikuray.
Suhu dalam tenda menunjukan angka 7.5 °C, entah seberapa dingin diluar, apalagi di puncak sana, angin kencang membawa hawa dingin memperparah keadaan, mungkin sekitar 4-5 °C ?, tak perlulah dipikirkan, yang terpenting adalah masuk kedalam sleeping bag dan tidur.Kesekokan harinya..
Pagi ini gue bangun berselimut kabut. Keelokan sunrise seolah dirobek, semua sirna hanya warna putih dan tetesan air yang ada, tadinya gue kira gue harus merelakan salah satu momen terbaik, tapi ternyata engga, kabut perlahan turun dan tanah yang ditempat gue berdiri seakan melayang diudara, inilah dunia di atas awan.
Menu sarapan gue digunung cukup istimewa, siapa lagi yang suka bawa macem-macem kalau bukan bang Rudi, sayuran yang dibawanya dipotong pasti kemudian diberikan kepada juru masak, chef GopaQueen. Suatu kombinasi yang super, alhasil sop, sossis, dan rendang pun raib di rampas orang-orang kelaparan. Acara selanjutnya adalah packing, kami harus sampai terminal guntur selambat-lambatnya jam lima sore karena itu adalah waktu bis tujuan jakarta melenggang. Disela-sela perjalanan pulang kami menyempatkan untuk foto-foto di puncak, mengabadikan beberapa gambar dan kemudian lansung cabut dengan langkah 1000. Sesampainya dipemancar kami pulang menggunakan transportasi yang sama seperti kami pergi, Ojek, Angkot, dan Bis. Oh iya sebelum pulang kerumah gue mampir dulu kerumah bang Gopak, transfer data dan sekalian belajar ngerombak blog, dan inilah hasilnya, thanks buat bang Gopak.
Untuk dokumentasi dan sebaran ratjun bisa diliat di Gallery.
Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu, ditunggu saran, ide dan komentarnya ya !












0 comments:
Post a Comment